Minggu, 20 Mei 2012

Geofisika Terapan

Metode Geofisika dalam Ilmu Vulkanologi

         Penggunaan metode geofisika dalam ilmu vulkanologi untuk mengetahui daerah potensi geotermal (energi panas bumi) dan potensi geyser ( sumber air panas) dikarena faktor tersebut timbul karena pemanasan akibat proses magmatik pada daerah vulkanik.
Metode Geofisika
      Penggunaan metode geofisika yang sesuai untuk mendeteksi kawasan geotermal dan kawasan  geyser adalah :
  1. METODE TAHANAN JENIS /  RESISTIVITY
      (Konfigurasi  Half- Schlumberger)
  2. METODE MAGNETOTELURIK

1. METODE TAHANAN JENIS/ RESISTIVITY KONFIGURASI HALF-SCHLUMBERGER
      Penggunaan geolistrik pertama kali dilakukan oleh Conrad  Schlumberger dan merupakan metode geofisika  untuk mengetahui perubahan tahanan jenis lapisan batuan bawah permukaan. Dengan cara mengaliri arus listrik  DC yang diinjeksikan menggunakan 2 buah elektroda arus A dan B  kedalam tanah. Semakin panjang jarak letak elektroda tersebut maka akan menyebabkan aliran arus dapat menembus lapisan batuan lebih dalam.
             Berdasarkan tujuan dan cara pengubahan jarak elektrode, survey geofisika dibagi dalam 2 cara mapping dan sounding. Maping bertujuan untuk mengetahui variasi secara horizontal/ lateral tahanan jenis batuan tertentu. Serta, sounding berguna untuk mengetahui variasi tahanan jenis batuan terhadap kedalaman (vertikal) sedangkan konfigurasi schlumberger berguna untuk mengidentifikasi diskontinuitas lateral dengan menambahkan  satu  elektroda C .

2. METODE MAGNETOTELURIK
        Merupakan suatu metode geofiska yang memanfaatkan medan elektromagnet alam untuk mengetahui tahanan jenis bawah permukaan dengan cara melakukan pengukuran pasif komponen medan listrik dan medan magnet alam.
        Penggunaan metode  memiliki penetrasi lebih dalam (> 5 m) dan lebih sensitif terhadap lapisan konduksi yang berada di lingkungan vulkanik.  Ditunjukan dengan tahanan jenis rendah yang biasanya menggambarkan temperatur  tinggi resevoir  panas bumi.




Daftar Pustaka

         Sugianti A, dkk. 2011. Survei Magnetotelurik panas bumi Danau Ranau. PSDG.BGL –   ESDM, Bandung
       Minarto Eko, Astoro Tarto. 2005. Identifikasi Struktur Bawah Permukaan dengan   Menggunakan Konfigurasi Half-Schlumberger (Head On) pada Eksplorasi   Pamas Bumi Daerah Mataloko. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh   November. Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol 2 nomor 1  1 Januari  2006










Oseanografi Geologi- Kuliah Lapangan



LAPORAN KULIAH LAPANGAN OSEANOGRAFI GEOLOGI


Nama :   ANANDA RIZKI TARUNA            2010.02.4.0007
                                                      

A.     Maksud dan tujuan
Kegiatan Kuliah Lapangan Geologi dilaksanakan pada hari Sabtu, 15 Januari 2012 ini bertujuan untuk mempelajari kondisi geologi dilapangan dengan berbagai fenomena kenampakan geologi yang ada pada setiap stasiun pengamatan di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten.  Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk menerapkan penggunaan teori-teori yang telah didapat dari materi perkuliahan.

B.     Lokasi
Kuliah Lapangan Geologi dilaksanakan di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah dengan 5 stasiun pengamatan yang terdiri atas :
1.     Stasiun Pengamatan I      : di antara Gunung Semangu dan Gunung Pendul
2.     Stasiun Pengamatan II     : arah selatan dari Stasiun Pengamatan 1
3.     Stasiun Pengamatan III    : di Gunung Pendul
4.     Stasiun Pengamatan IV    : Watu Perahu
5.     Stasiun Pengamatan V     : di Joko Tuwo

C.     Metode
Pengambilan data (untuk mengetahui arah dip dan strike perlapisan batuan)

D.    Peralatan yang Digunakan :
1.     Peralatan Kelompok
a.     Peta Geologi
Untuk mengetahui keadaan geologi di lapangan.
b.     Palu Geologi
Terdiri dari 2 macam mata palu, yaitu:
1). Bagian runcing dan tumpul  yang berfungsi untuk mengambil sampel dengan    cara memecah dan mencongkel batuan keras (batuan beku, metamorf, dsb).
2). Bagian pipih dan tumpul yang berfungsi untuk mengambil sampel dengan      cara memecah dan mencongkel batuan tidak keras (batuan sedimen, pasir,      dsb).
c.   Kompas Geologi
      Untuk menentukan arah, sudut, kemiringan dan menentukan posisi lokasi pada peta.
d.     Lup
Untuk membantu dalam mengamati stuktur batuan.
e.     Larutan HCL (asam klorida)
Untuk mengetahui kandungan mineral karbonat pada batuan yang di teliti
f.       Kamera Digital
Untuk mendokumentasi batuan dan keadaan geologi di lapangan.
g.      Kantung plastik
Untuk menyimpan sampel batuan.

2.     Peralatan pribadi
a.     Pensil
b.     Ballpoint
c.      Busur derajat
d.     Buku catatan lapangan atau kertas tulis dan clipboard



HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A.     Stasiun Pengamatan I
Lokasi : di antara Gunung Pendul dan Gunung Semangu.
Pembahasan
     

Gambar A.1
Stasiun Pengamatan 1

            Dilihat dari kenampakan di lapangan lokasi SP I berada pada koordinat 4636’11’’ E dan 91414’18’’ N. Merupakan topografi daerah lembah dengan morfogenesisnya berupa soil akibat pelapukan atau hasil dari gaya eksogenik.

                                                                                                                                                     
                                                                           Gambar A.2                                                    
               Perlapisan batuan mengalami kekar

          
            Berdasarkan penelitian dengan menggunakan kompas geologi  di dua lokasi penelitian yang berbeda (masih di SP I), di gunung pendul ditemukan perlapisan batuan pada daerah turunnya pelapukan bayak dijumpai kekar (joint) kemiringan lebih dari 60. Kekar (joint) meliputi shear joint dan tension joint terisi mineral karbonat. Dapat diketahui dengan cara meneteskan HCl pada rekahan batuan, apabila pada batuan terlihat berbusa maka batuan tersebut mengandung mineral karbonat.





Gambar A.3
(1) Kekar isi, (2) kekar mengandung karbonat

            Pelapukan mengulit bawang (spheroidal weathering) pada daerah pelapukan diakibatkan gaya eksogenik terutama air, angin dan suhu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa daerah pelapukan yang mengalami kekar tersebut dahulunya yang mengalami penyesaran akibat gaya  endogenik dan menyusup mineral karbonat dalam batuan, sedangkan gaya eksogenik terjadi akibat pelapukan kimia yang berupa spheroidal weathering (mengulit bawang) di sebabkan pengaruh air, angin, suhu. Serta, pelapukan fisik yaitu erosi berupa sheet erosion dan gerakan massa berupa slide.





B.     Stasiun Pengamatan II
Lokasi : arah selatan dari penelitian terakhir Stasiun Pengamatan 1

Pembahasan

      Berdasarkan lokasi pengamatan Stasiun 2 dengan jarak sejauh 5 meter kearah selatan dari lokasi terakhir penelitian SP 1 dijumpai batuan sedimen (batuan berlapis-lapis).  Hasil pengukuran dip dan strike yang dilakukan dengan menggunakan kompas geologi adalah 30/60 NE; 32/55ᵒ NE; 31ᵒ/55ᵒ NE; 30ᵒ/59ᵒ NE, dimana pada sudut pertama menyatakan dip dan pada sudut kedua menyatakan strike.




Gambar B.1
Batuan sedimen berlapis

Penelitian selanjutnya mengarah ke selatan dari perlapisan batuan sedimen ditemukan batuan gamping Nummulithes yang terdapat pada lepasan-lepasan macro fosil berbentuk seperti koin dan hanya sebagaian lepasan yang mengandung batu pasir karbonatan yang terdapat pada singkapan.


 

Gambar B.2
Batuan gamping nummulithes macro fosil


Warna batuan umumnya kehitam-hitaman. Struktur batuan adalah struktur batuan berfosil mengandung nummulithes (fosil yang ada di laut). Materi penyusun batuan terdiri atas kalsium karbonat.   



Gambar B.3
Uji karbonat pada batuan gamping nummulithes

Selain perlapisan batuan sedimen ditemukan lapisan lempung (clay). Luas singkapan batuan di SP 2 tergolong sedang dengan tingkat pelapukan yang mudah lapuk. Sementara itu, tebal antara 100-150 cm sehingga termasuk tebal clay dan juga soil .
           
     

            Gambar B.4                                                      Gambar B.5
      Soil menutupi batuan                                                      clay

Dengan demikian dapat disimpulkan lokasi pengamatan Stasiun 2 merupakan wilayah batuan sedimen yang dimana batuan induk dari lokasi pengamatan sulit di temukan karena tertimbun oleh soil dari Gunung Pendul dan Gunung Semangu akibat pelapukan  gaya eksogenik serta terjadi pengaruh gaya endogenik yang dimana terdapat zona uplift pada batuan gamping nummulithes.



C.   Stasiun pengamatan III
Lokasi : di Gunung Pendul

Pembahasan

      Lokasi pengamatan Stasiun 3 topografi wilayahnya perbukitan dengan morfogenesis berupa dataran aluvial. Litologi daerah merupakan batuan metamorf menyerupai perlapisan tetapi bukan merupakan perlapisan batuan. Bidang yang menyerupai perlapisan batuan disebut sebagai bidang foliasi.







                                                                                Gambar C.1                                                  
Batuan metamorf bidang foliasi

        Bidang foliasi pada batuan dapat diukur dengan menggunakan kompas geologi seperti halnya mengukur dip dan strike. Diketahui hasil pengukuran 59/109 NE, 32/105NE, 37/198NE, 28/108NE.
Luas singkapan batuan metamorf pada SP 3 tergolong sedang dengan jenis batuan yang teramati adalah metamorf schist. Dideskripsikan berupa schist karena mineral pembentuk batuan metamorf  tampak lebih rapat. Warna batuan kehitaman hingga kemerahan.

  Gambar C.2
Metamorf schist
               Penelitian berlanjut menyusuri arah timur dengan jarak 200 meter dari bidang foliasi ditemukan singkapan batuan tergolong sedang dengan jenis batuan tergolong batuan beku. Batuan beku sendiri adalah batuan yang terbentuk dari pembekuan magma. Warna batuan adalah abu-abu hingga kehitaman. Struktur batuan saling mengunci serta tidak ada lubang(mineral sekunder pengisi rongga batuan).
Gambar C.3
Batuan beku pada stasiun 3

D.  Stasiun Pengamatan IV
Lokasi : Watu Perahu

Pembahasan

      Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui beberapa jenis batuan yang teramati antara lain batuan konglomerat kuarsa dan batuan gamping  nummulithes micro fosil. Warna batuan umumnya kehitaman dengan beberapa batuan dalam kondisi segar. Berdasarkan tingkat kekerasan batuan, batu kuarsa dan batu fosil nummulithes tergolong keras karena dapat tergores dengan palu geologi.
      Dalam pengamatan dilokasi ini juga dilakukan pengukuran menggunakan kompas geologi yang bertujuan untuk mengetahui arah dip dan strike dengan hasil 46/95NE, 37/101NE.



Gambar 4.1
Batuan kuarsa dengan nummulithes micro fosil




E.     Stasiun Pengamatan V
Lokasi : di Joko Tuwo

Pembahasan
     
      Hasil pengamatan dilokasi dapat diketahui topografi berupa perbukitan dengan lereng pejal yang diakibatkan proses endogenik berupa gempa bumi atau mengalami patahan geser/slikon slide. Luas singkapan batuan tergolong luas dengan jenis batuan marmer dan schist klorit pada singkapan. Warna batuan adalah sedikit hijau dan keputih-putihan.

Gambar 5.1
Bukit Joko Tuwo stasiun pengamatan 5

      Pada lokasi ini juga dilakukan perhitungan dip dan strike dengan hasil 71341 NE, 72345NE, 74336NE dari pengukuran dapat diketahui bahwa daerah ini zona retakan.  Jenis kekar yang teramati berupa kekar diagonal, dengan kerapatan antara 1-10 cm.